Pemerintah Indonesia menetapkan target ambisius dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru. Untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional hingga tahun 2040, Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp 1.566 triliun. Angka ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam memperluas infrastruktur kelistrikan, meningkatkan pasokan energi, dan mempercepat transisi menuju energi baru terbarukan (EBT).
Salah satu prioritas utama dalam rencana investasi ini adalah pengembangan pembangkit berbasis energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, air, dan bioenergi. Pemerintah menargetkan bauran energi baru terbarukan mencapai 44% pada 2040, naik signifikan masih berada di bawah 15%.
Dari total kebutuhan investasi, mayoritas atau sekitar 80% diharapkan berasal dari sektor swasta. Ini menunjukkan bahwa pemerintah membuka peluang selebar-lebarnya bagi investor, baik dalam maupun luar negeri, untuk terlibat dalam proyek-proyek kelistrikan. Namun, keterlibatan swasta ini tentu membutuhkan kepastian hukum, insentif fiskal, serta proses perizinan yang lebih efisien.
Menurut sejumlah pelaku usaha di sektor energi, target investasi ini bukan hal yang mustahil, tapi membutuhkan ekosistem yang lebih mendukung.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menekankan pentingnya kemudahan regulasi dan kepastian proyek. “Investor tidak hanya melihat potensi keuntungan, tapi juga menilai risiko birokrasi, transparansi tender, dan jaminan kepastian proyek berjalan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Renewable Energy Society (IRES), Fabby Tumiwa, menyampaikan bahwa pengusaha siap berkontribusi jika ada skema pendanaan yang menarik dan model bisnis yang bankable. “Pemerintah perlu mendorong blended financing dan memperkuat peran lembaga keuangan untuk menjembatani risiko awal proyek,” katanya.
Meskipun peluang terbuka luas, sejumlah tantangan masih menghambat realisasi investasi:
- Birokrasi rumit: Proses perizinan dan pengadaan lahan masih jadi kendala utama.
- Ketidakpastian regulasi: Perubahan kebijakan yang mendadak membuat investor ragu.
- Tarif listrik dan keekonomian proyek: Belum semua proyek EBT memberikan margin menarik bagi investor.
- Kapasitas PLN: Sebagai offtaker utama, kondisi keuangan dan kapasitas PLN untuk menyerap energi dari swasta juga jadi pertimbangan penting.